Samudra Kecerdasan Otak

Ruang lingkup belajar nggak Cuma ada di dalam kelas. Seluruh perjalanan hidup kita adalah sebuah proses belajar juga.

Yang kita pahami selama ini belajar adalah sekolah, belajar adalah membaca, belajar adalah menghafal, dan bel¬ajar adalah meniru. Kita dianggap pintar setelah bisa melakukan semua itu dengan baik. Ranking kelas diidentikkan dengan kecerdasan seorang siswa. Padahal, hidup enggak pernah nanya-nanya soal ranking. Justru mereka yang memahami bagaimana harus hidup yang bakal jadi "juara" dalam nienjalani ke-hidupan.

Banyak hal yang ada di sekitar kita, bahkan di dalam diri kita, yang kita enggak tahu. Kita ba¬nyak mempelajari karya orang lain, tapi kita sendiri cenderung lupa bahwa sebenarnya kita juga bisa berkarya. Kita sering takjub dengan kehebatan orang lain, tapi kita lupa bahwa kita bisa lebih hebat dari orang lain. Banyak hal yang kita lupa pelajari dari kehidupan kita sendiri. Padahal, salah satu kunci sukses adalah ba¬gaimana mengenal diri sendiri. Mengenal sendiri enggak sebatas tahu nama dan asal-usul nenek moyang, tapi kita juga perlu melihat kelebihan yang kita miliki dan belajar untuk memanfaatkannya. Dan ini adalah proses panjang. Seorang pembelajar enggak pernah berhenti mencari karena mereka menyimpan segudang pertanyaan, bahkan ketika sudah menemukan jawaban akan muncul pertanyaan baru dari jawaban tersebut, begitu seterusnya.

Banyak orang yang sadar akan bakat dan kelebihannya serta potensinya yang besar, but no action. So potensi itu cuma jadi "berlian dalam tanah", enggak ada manfaatnya dan enggak seorang pun tahu kelebihannya. Ada orang yang "tahu banyak" tapi enggak "paham banyak", ada orang yang "paham banyak" tapi enggak berbuat banyak, dan ada orang yang berbuat banyak hal tapi enggak menyelesaikan banyak hal. Yang perlu kita lakukan adalah men¬cari, menemukan, memahami, action, dan tuntaskan! Itulah proses pembelajaran.

Cerdas tanpa batas
Mungkin sebagian dari kita beranggapan, pembelajar adalah orang-orang yang memiliki kemampuan IQ (intelligence quotien) melebihi dari kebanyakan orang. Itu enggak sepenuhnya benar. Artinya, kalau kita termasuk orang yang memiliki IQ "jongkok" pun, kita enggak perlu minder. Tenang aja guys, masih banyak cara untuk bangkit!

Menurut Howard Gardner (1983) dalam bukunya, Frames of Mind, kita memiliki kecerdasan kompleks yang disebutnya sebagai multiple intelligences. Gardner juga mengatakan bahwa kesuksesan seseorang enggak cuma ditentukan oleh satu faktor kecer¬dasan. Ada beberapa jenis ke¬cerdasan yang kita, diantaranya kecerdasan berhitung dan berpikir logis (logika dan matematik), kecerdasan bermusik atau menikmati musik (musikal), kecerdasan dalam menjalin hubungan (interpersonal), kecerdasan memahami diri sendiri, termasuk memanfaatkan potensi-potensi yang kita miliki (intrapersonal), kecerdasan menggambar dan mengenali ruang (visual dan spaial), kecerdasan gerak (kinestetik) dan kecerdasan dalam mengenal keadaan dan kepekaan terhadap alam (natural). Masing-masing kecerdasan itu mewakili berbagai kemampuan kita yang keragamannya enggak bisa dijelaskan.

Enggak cuma itu, teori tentang kecerdasan juga terus berkembang, ada yang disebut dengan EQ (emotional quotient) yang dikembangkan oleh Daniel Goleman. EQ menggambarkan kemam¬puan seseorang dalam mengelola emosi. Bahkan, keberadaan EQ ini mulai dianggap penting hingga melebihi IQ.

Ada juga yang disebut dengan SQ (Spiritual Quotient), dicetuskan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal, yaitu soal seberapa be¬sar kesadaran kita tentang nilai-nilai ketuhanan dan alam semesta.

Jadi, kecerdasan kita bisa dibilang "enggak terbatas". Setiap orang punya berbagai macam ke¬cerdasan itu, tapi dengan bobot yang beda-beda. Ada yang lemah di satu sisi, tapi sangat kuat di sisi lain. Sebagai pembelajar yang se-lalu mencoba memahami apapun, termasuk diri kita sendiri, tentu kita tahu kelebihan kita di sisi mana. Jadi, kita bisa memanfaatkan kelebihan kita buat merencanakan masa depan.

Yang dibutuhkan seorang pe¬mbelajar bukan cuma kemam¬puan intelektualnya, tetapi mengeksplorasi berbagai macam potensi yang dimiliki. Itulah kenapa bisa ada orang yang nggak tamat sekolah bahkan nggak pernah sekolah bisa jadi penulis, pengusaha, seniman, penemu, pemrakarsa serta pemimpin yang sukses. Semua karena mereka itu seorang pembelajar yang memiliki kecerdasan yang nggak dibatasi oleh faktor pendidikan.

Kecerdasan enggak bisa diukur dengan membandingkan dengan kecerdasan orang lain seperti dalam sistem rangking. Kecerdasan diukur dari diri kita sendiri, seberapa besar potensi yang kita miliki dan seberapa besar output yang kita hasilkan. Semakin mampu kita memanfaatkan potensi, kita semakin cerdas. Itu juga yang jadi salah satu ciri seorang pembelajar yaitu “Produktif” bukan “Konsumtif. (Kompas)

Heri Susanto
PKBI DKI Jakarta....dan thx buat djonkjava....

2 komentar:

  1. Anirudh Kumar Satsangi30 November 2009 pukul 07.43

    COMPREHENSIVE VIEW OF SCIENCE OF RELIGION (THEOLOGY)
    A Scientific Understanding of Meditation and Yoga

    In Bhagavad-Gita Lord SriKrishna says to Arjun:
    “I taught this immortal Yoga to Vivasvan (sun-god), Vivasvan conveyed it to Manu(his son), and Manu imparted it to (his son) Iksvaku. Thus transmitted to succession from father to son, Arjun, this Yoga remained known to the Rajarisis (royal sages). It has however long since disappeared from this earth. The same ancient Yoga has this day been imparted to you by Me, because you are My devotee and friend, and also because this is a supreme secret”.

    Yoga (Application) which was based on the control of the body physically and implied that a perfect control over the body and the senses led to knowledge of the ultimate reality. A detailed anatomical knowledge of the human body was necessary to the advancement of yoga and therefore those practising yoga had to keep in touch with medical knowledge. (Romila Thapar, A History of India, volume one).

    I suggest : Mind and brain are two distinct things. Brain is anatomical entity whereas mind is functional entity. Mind can be defined as the function of autonomic nervous system (ANS). It is claimed that mind can be brought under conscious control through the practice of meditation. But how? ANS is largely under hypothalamic control which is situated very close to optic chiasma (sixth chakra or ajna chakra). Protracted practice of concentration to meditate at this region brings functions of ANS say mind under one’s conscious control.

    Although Danah Zohar has coined the term Spiritual Quotient for the first time but she did not establish any mathematical relationship for this. Without establishing mathematical relationship spiritual intelligence can not be termed as spiritual quotient.

    Deepak Chopra has given a formula of spiritual quotient in terms of Deed (D) and Ego (E). According to Deepak Chopra S.Q.=D/E. According to him if E is ‘zero’ the S.Q. will be infinite. This appears to be very fascinating but it is highly abstract which can not be measured experimentally accurately and precisely. However, this formula has immense value to understand S.Q.

    I have also discovered a mathematical relationship for S.Q about eight years back in 2001. I have used physiological parameters which can be measured accurately and precisely and can be tested and verified experimentally. According to this formula S.Q. can be expressed as the ratio of parasympathetic dominance (P.D.) to sympathetic dominance (S.D.). Parasympathetic nervous system (PSNS) and sympathetic nervous system (SNS) are the two parts of the autonomic nervous system (ANS) which is largely under hypothalamic control. Hypothalamus is situated very close to the Sixth Chakra. During practice of meditation at Sixth Chakra these centres are galvanized which has very positive effect on practitioners spiritual, emotional, psychological and physical well being.

    According to this relationship spiritual quotient can be written as:

    S.Q. = P.D./S.D.

    If the value of S.Q. comes >1 (greater than one), it can be assumed that the person is moving towards self-realisation and if the value of S.Q. comes <1 (smaller than one) it can be predicted that the person is living under stress.

    This formula can be tested and verified experimentally.

    BalasHapus
  2. thanks brother...certainly, it will be usefull..cordially yours ahuot89

    BalasHapus

 
Free Blogger Templates